Jenis-jenis Fiksi Romance

| Rabu, 06 November 2013

Hello, stranger visitors! You probably never heard of me. Nor know me, I guess. Well, now you've heard and now you're know.
OK, right now I will tell you something about varieties of romance fiction. Maybe you're curious, is there any kinds of romance fiction other than 'fall in love in high school' type? Well, there it is.

Jenis-jenisnya antara lain:
  • Mainstream Romance
  • Classic Romance
  • Teen Romance
  • Domestic Drama
  • Clique *lit

1. Mainstream Romance
Seperti roller coaster, novel-novel ‘Mainstream Romance’ membawa emosi pembaca naik-turun. Semuanya tentang cinta, cinta, dan CINTA! Ciri lain ‘Mainstream Romance’ adalah pakem Star Cross-nya; artinya sejak awal tokoh utama perempuannya sudah di-set akan berjodoh dengan tokoh utama laki-laki. Tapi bagaimana kedua orang itu saling tertarik, jatuh cinta, dan memutuskan bersama, nah itu dia yang pembaca ingin tahu dari novelmu! Sebisa mungkin, hindari terlalu banyak kebetulan. Termasuk adegan tabrakan pas jalan berpapasan. Ayolah, ada segudang cara lain yang bisa kamu pakai untuk mempertemukan pasangan di novel ‘Mainstream Romance’-mu ini.
Optimalkan kekuatan cerita di chemistry antara dua tokoh. Ciptakanlah suasana yang intens dan romantis dengan deskripsi yang baik, dan jangan lupa: location, location, location. Setting tempat yang mendukung berlangsungnya cerita akan menjadi nilai plus untuk naskah kamu. Untuk nuansa romantis yang lembut, pilih tempat-tempat ber-space luas, daerah pinggir kota misalnya. Sementara untuk ‘Mainstream Romance’ bertema urban, pilihlah daerah perkotaan/ciptakan lingkungan fiktif yang bisa mewakili lifestyle kehidupan perkotaan. Misalnya, perkantoran elite, kantor majalah high fashion, dsb.
Kemudian, nama tokoh. Biarpun kedengarannya sepele, nama tokoh sangat mempengaruhi jalannya plot cerita yang kamu buat. Kita pasti menggunakan minimal satu buah nama. Pilihlah nama yang menggambarkan kepribadian karaktermu. Nama-nama ‘maskulin’, seperti misalnya: Bobby, Andres, Tora; akan mempermudah pembaca membayangkan se-macho apa sih, si karakter cowok itu. Sebaliknya, nama-nama ‘uniseks’, seperti misalnya: Andri, Dian, Alex, Kurnia, Aulia; akan sangat membingungkan pembaca. Seperti halnya nama, pilih baik-baik profesi dan hobi karaktermu. Untuk ending, pastikan semua konflik (utama maupun sub konflik) sudah selesai di bab kedua sebelum ending. Tutup cerita dengan satu bab yang menggambarkan seperti apa pasangan di novelmu menjalani hari-hari penuh cinta mereka. Quote-quote manis akan sangat membantu di bagian ini.
2. Classic Romance
Ada dua jenis romance yang masuk kategori ‘Classic Romance’: romance sejarah dan romance konvensional. Seperti namanya, romance sejarah mengambil setting waktu berabad-abad lampau. Romance konvensional ber-setting lampau dan tahun sekarang, tapi temanya sangat dekat dengan budaya dan tradisi Indonesia. Bayangkan kisah cinta terlarang keturunan kraton dan orang biasa, atau hubungan yang ditentang orangtua karena masalah marga atau kasta. Konflik adat dan keluarga sangat kental di ‘Classic Romance’. Mainkan kreativitasmu untuk menciptakan setting yang memancing konflik kuat dan tidak mengada-ada, misalnya: acara keluarga besar yang memungkinkan clash antara cara pikir generasi muda dan generasi tua. Kekuatan di novel-novel seperti ini terletak di setting waktu dan tempat. Kamu harus bisa meyakinkan pembaca bahwa semua kejadian di novelmu terjadi di waktu dan tempat yang kamu tetapkan. Karenanya, kamu sebaiknya melakukan riset yang cukup dulu sebelum mengerjakan novel ini.
Hati-hati saat mencecerkan fakta di novel ‘Classic Romance’-mu. Menyelipkannya sebagai deskripsi, apalagi jika terlalu banyak, bisa membuat novelmu berubah jadi semi non-fiksi. Menjadikannya sebagai bagian dialog kadang-kadang justru membuat si tokoh seperti tukang obat yang cerewet. Sekali lagi, hati-hati. Tidak sedikit penulis yang terpeleset di kecenderungan ini. Hati-hati dengan penggunaan bahasa slang. Noni-noni di Batavia belum kenal istilah ‘sumpe lo’ atau ‘kepo banget sih lo’. Iya boleh sih, tidak ada yang melarang ini kok… Tapi sayangnya hal itu tidak akan lucu kalau novelmu terbit dan ada pembaca yang menemukan kesalahanmu itu, ya kan?

3. Teen Romance
Saranku, mulailah menulis novel dengan hal-hal yang ringan. Bisa jadi tokoh cewek dan tokoh cowokmu baru bertemu. Menurutku konflik kedua tokoh utama yang diceritakan sedang berantem dan saling benci sebelum mengenal satu sama lain lebih jauh juga merupakan konflik yang bisa menarik pembaca. Tapi usahakan jangan mengangkat cerita itu terlalu sering. Karena bisa membuat bosan pembaca. Ide cerita juga harus fresh dan beda dari yang lain. Buat pembaca bersenang-senang dengan plot novelmu. Jangan terlalu terburu-buru membuat tokoh-tokoh utamamu jatuh cinta, biarkan mereka menikmati perasaannya, dari mulai tegang, romantis, senang, sedih, kecewa, sakit, dan sebagainya. Biarkan pembaca terbawa jauh ke dalam cerita cinta buatanmu. Ciptakan sub plot yang bikin penasaran atau tokoh-tokoh lain yang mendukung/menghalangi cinta mereka. Jadi, biarpun sudah kebayang ceritanya akan berakhir bahagia, buat pembacamu ketagihan untuk terus membaca sampai halaman terakhir.
Dunia sekolah dan kuliah adalah fokus utama ‘Teen Romance’. Usia tokoh utamanya biasanya berkisar antara 18-24 tahun. Sedangkan untuk tokoh pendukung, pilih yang mewakili dunia di sekitar tokoh utama. Seperti kepala sekolah, mantan, orangtua, teman-teman, atau musuh bebuyutannya. Dalam pembuatan tokoh, hindari penjelasan karakter yang terlalu sempurna. Ciptakan karakter yang bisa lemah pada sesuatu. Misalkan, tokoh cowok yang kekar, kaya, dan baik hati, tetapi dia punya alergi terhadap udang dan takut terhadap banci, kucing, dan kecoa. Hal tersebut merupakan salah satu ketidaksempurnaan karakter. Kekurangan tersebut justru bisa membuat tokoh terasa nyata. Untuk tokoh cewek, ingat, jangan terjebak di kata-kata ‘cewek tomboy’ dan ‘cewek feminin’! Tokoh cewek yang sempurna akan membuat pembaca sulit bersimpati karena cewek seperti ini biasanya dianggap mudah mendapatkan segalanya.
Kita juga harus hati-hati dengan klise. Konflik/jalan cerita seperti terlibat cinta segitiga dengan anak band dan anak basket itu bisa dibilang terlalu ordinary dan terlalu mainstream di kalangan ‘Teen Romance’. Mulailah riset dan temukan ide-ide menarik untuk novelmu. Majalah remaja adalah salah satu sumber yang bagus untuk menggali ide. Adegan romantis di Teen Romance cenderung lembut dan manis. Yah, namanya juga novel anak remaja, pastinya harus sesuai juga isi adegan romantisnya dong?

4. Domestic Drama
            Mungkin beberapa dari para stranger visitors di sini pasti sudah tahu apa itu ‘Domestic Drama’. Tapi ada juga yang belum tahu, jadi akan lebih baik jika dijelaskan ulang bukan? Jadi, ‘Domestic Drama’ itu merupakan sebuah jenis romance dalam novel, yang bercerita tentang kehidupan berkeluarga. Sesuai namanya, novel-novel ‘Domestic Drama’ bercerita tentang pasang surut dalam kehidupan pernikahan. Masalah-masalah yang dialami tokoh utama (suami-istri) tak jauh-jauh dari kehidupan rumah tangga lainnya, seperti: uang, karier, anak, kehidupan bermertua, tetangga, pendidikan anak, dsb. Pilih konflik yang membumi dan tidak mengada-ada.
            What happens in family, stays in family. Lebih baik lagi, jika tokoh utamanya sendiri yang menyelesaikan masalah rumah tangganya—yang, tentu saja, dengan segala perjuangannya. Konflik atau sub-konflik orang ketiga sebaiknya dihindari. Bisa dibilang klise, sekaligus outdated alias kuno kebangetan. Karakter-karakter pendukung ‘Domestic Drama’ tak jauh-jauh dari lingkungan keluarga: anak, mertua, kakek, nenek, cucu, paman, dan bibi. Semua tokoh yang dilibatkan dalam ‘Domestic Drama’ sebaiknya dipilih yang benar-benar membantu tokoh utama dalam menyelesaikan konflik utamanya.
Newlyweds atau pengantin baru, adalah topik favorit ‘Domestic Drama’. Bukan saja menarik namun karena di fase inilah banyak sekali kemungkinan konflik baru yang bisa terjadi.

5. Clique*lit
            Nah, jenis romance yang terakhir ada ‘Clique*lit’. Apa itu ‘Clique*lit’? Inti atau tema besarnya adalah tentang pergaulan, pertemanan, dan persahabatan. Bisa jadi, novel Clique*Lit-mu bercerita tentang pergaulan anak-anak di asrama atau tempat kos. Atau, novelmu bercerita tentang sekelompok remaja yang melakukan study trip bersama. Atau, tentang perseteruan di antara anak-anak suatu klub di sekolah. Pikirkan cerita-cerita yang out of box. Sumber konflik di genre ‘Clique*Lit’ berasal dari: ambisi, skandal, kebencian, dendam, kekecewaan, persaingan, dan pengkhianatan. Kunci memilih konflik apa yang muncul di novel kamu terletak di background tokoh utamamu. Semakin high class statusnya, konflik tokoh tidak akan jauh dari sesuatu yang scandalous—gosip, rahasia, aib, dsb.
            Biasanya juga nih, di suatu persahabatan atau perkumpulan pasti selalu ada seseorang yang kelihatan paling menonjol dibanding anggota yang lain. Karakter itu biasanya seorang pemimpin. Itulah karakter Alpha. Kemudian, karakter Beta. Karakter Beta biasanya sosok yang selalu tidak percaya diri karena sering membandingkan dirinya dengan si Alpha. Beta juga jarang sekali berpikiran sama dengan Alpha, tapi selalu menuruti Alpha. Lalu karakter Theta, yang merupakan seorang follower sejati. Punya ambisi ingin seperti Alpha tapi tidak cukup berani untuk bersikap tegas. Biasanya sih merupakan biang gosip. Dia juga berpotensi sebagai backstabber. Kemudian karakter Floater, adalah sosok yang gampang masuk ke clique manapun. Tokoh ini biasanya memiliki daya tariknya sendiri, yang membuatnya one of a kind. Selalu menjadi yang paling santai di antara semua karakter. Dia tidak merasa harus mengikuti maunya si Alpha melulu. Masing-masing clique punya identitas sendiri. Entah itu gaya berpakaian, bahkan tempat nongkrong. Pastikan clique di novelmu memiliki identitas yang unik.
Seberapa berpengaruh setting ceritamu dengan plot? Sangat berpengaruh. Dimulai dari yang simple saja. Jika plot ceritamu sedang mengobrolkan tugas sekolah, maka setting yang dipakai pun harus berupa ‘sekolah’ dan ‘siang hari’. Tidak mungkin kan, jika kamu memakai dapur sebagai setting tempat plot itu?
Seberapa banyak interaksi tokoh dengan setting yang kamu buat? Hal itu tergantung kepada bagamana khayalanmu ketika kamu membuat plot tersebut.
Apakah setting-mu meyakinkan atau berkesan ‘tempelan’ saja? Bagaimana supaya tercipta setting yang mengesankan? Lakukanlah riset tertentu. Seperti misalnya, kamu ingin membuat cerita yang ber-setting di Hawaii. Maka yang kamu lakukan adalah mencari informasi mengenai Hawaii sebanyak mungkin.

edit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru
© Design 1/2 a px. · 2015 · Pattern Template by Simzu · © Content Write Like A Pro - Menulislah